ID ENG

Keluarga Besar FSB GARTEKS KSBSI Dihimbau Jangan Terpancing dan Sebar Berita Hoax

Tanggal Publish: 27/02/2019, Oleh: DPP FSB Garteks

DPP FSB GARTEKS KSBSI menghimbau khususnya kepada seluruh keluarga besar FSB GARTEKS KSBSI tidak ikut-ikutan menyebar isu berita hoax (fitnah) di media sosial (Medsos). Pasalnya, menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019, dampak dari oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menyebarkan  berita hoax sangat menimbulkan kegaduhan dan mengancam perpecahan bangsa.

Termasuk isu hoax masuknya tenaga kerja asing (TKA) asal Cina ke Indonesia yang marak di medsos sekarang ini sangat menimbulkan kegaduhan. Padahal,  M. Hanif Dhakiri  (Menaker), sudah berkali-kali membantah, bahwa tidak benar ada jutaan TKA asal Cina masuk ke Indonesia. Menaker menegaskan, keseluruhan jumlah data TKA di akhir tahun 2018 yang bekerja di Indonesia tidak mencapai 100 ribu orang.

Dia juga menegaskan, jika masyarakat ada yang melihat warga asing bekerja disebuah perusahaan dan terlihat mencurigakan, segera laporkan kepada pihak kepolisian dan petugas imigrasi. Intinya, Hanif Dhakiri memastikan pemerintah tetap berkomitmen menindak tegas TKA yang masuk ke Indonesia secara ilegal. “Pihak kepolisan dan imigrasi sudah banyak menindak dan memulangkan TKA ilegal ke negaranya masing-masing, jadi tak usah diragukan lagi,” tegasnya, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Terakhir isu hoax kembali terjadi. Pasalnya, terdapat foto editan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) milik TKA asal Cina. Menaker, langsung berang dan membantahnya. Karena  e-KTP tersebut, hanya editan dan sengaja disebar di Medsos untuk memperkeruh suasana menjelang Pilpres 2019.

Perang Terhadap Hoax

Sementara itu, Ary Joko Sulistyo, Ketua Umum DPP FSB GARTEKS KSBSI juga mengakui dirinya merasa gerah dengan maraknya isu hoax menjelang Pilpres 2019 di Medsos. Sebagai pimpinan tertinggi di FSB GARTEKS KSBSI, dia menghimbau agar pengurus tingkat dawn pimpinan cabang (DPC) Pengurus Komisariat (PK) tingkat perusahaan sampai anggota tidak terpancing dan ikut menyebarkan berita hoax.

Sebab, sudah banyak pelaku penyebar hoax di Medsos yang ditangkap pihak kepolisian karena melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11 tahun 2008 terancam pasal 28. Dimana seorang pelaku penyebar berita hoax di Medsos seperti Facebook, Twitter, Instagram dan sejenisnya diancam pidana hukuman enam tahun dan denda maksimal 1 miliar.

Oleh sebab itulah, ditengah panasnya dinamika politik menjelang Pilpres 2019, Ary Joko Sulistyo, menyarankan keluarga besar FSB GARTEKS KSBSI tidak ikut-ikutan menciptakan kagaduhan politik dengan cara menyebar berita hoax. 

“Kalau membaca berita sebaiknya diseleksi dahulu isi dan fakta beritanya secara bijak. Kalau ada isi berita yang terkesan provokatif jangan pula kita langsung ikut terpancing dan menyebarkannya ke Medsos. Atau carilah referensi berita dari media yang sudah dipercaya masyarakat luas,” ucapnya, di kantor KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Rabu, 27 Februari 2018.

Selain itu, dia juga menyampaikan apresiasi kepada pihak kepolisian yang sudah menindak pelaku penyebar hoax selama ini. Namun, dia berharap agar pihak kepolisian lebih tegas terhadap pelaku hoax yang jumlahnya semakin meningkat menjelang Pilpres 2019. Sebab dinilainya, pelaku penyebar berita hoax sepertinya sudah menjadi sindikat (kelompok) yang tidak lagi peduli dengan persatuan bangsa.

“Mereka sepertinya memang sengaja membuat kegaduhan dan perpecahan dengan menyebar berita hoax. Karena mungkin ada latar belakang kebencian perbedaan politik. Saya pikir cara-cara seperti itu memang cara berpikir yang tidak sehat lagi, jadi memang harus ada tindakan yang tegas,” ucapnya.

Ary Joko Sulistyo juga mendukung jika ada pengurus dan anggota yang ikut membantu melaporkan pelaku penyebar berita hoax ke kepolisian. Sebab, dengan ikut melaporkan ke pihak hukum, akan sangat membantu memerangi pelaku berita hoax yang tak jauh beda dengan pelaku bandar Narkoba, karena merusak mental persatuan bangsa.          

Berdasarkan informasi tahun 2018,  Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) merilis ada ada sekitar 800.000 situs di Indonesia yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu. Sementara, jumlah pengguna informasi digital di Indonesia saat ini jumlah sudah mencapai 132,7 juta orang. Disatu sisi kemudahan era internet yang mampu memberikan fasilitas informasi yang lebih praktis dan urusan ekonomi. Namun, dampak negatifnya, akibatmaraknya  berita hoax lain sangat meresahkan publik. (AH)