ID ENG

Trisnur Priyanto: PHK Massal Menjelang Perayaan Idul Fitri Itu Permainan Pengusaha 'Hitam'!

Tanggal Publish: 06/04/2024, Oleh: DPP FSB Garteks

Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal selalu terjadi setiap menjelang hari Raya Idul Fitri. Salah satunya, buruh yang bekerja di sektor padat karya di industri garmen dan tekstil menjadi bagian korban PHK tersebut. Dan biasanya, pihak pengusaha selalu beralasan, PHK ini dilakukan karena kontrak kerja buruh telah habis. Sehingga, wajar perusahaan membua kebijakan PHK. 

Trisnur Priyanto Ketua Umum (Ketum) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB GARTEKS KSBSI), mengatakan PHK yang terjadi pada buruh garmen tekstil setiap menjelang hari raya Idul Fitri memang kerap terjadi. Dan PHK ini pada umumnya menimpa pada buruh status kerja kontrak.      

Dia menegaskan, kasus PHK ini tak ada kaitannya situasi ekonomi politik sekarang ini. Termasuk alasan dampak resesi global yang meneyebabkan permintaan ekspor menurun. Tapi karena lebih kepada trik lama perusahaan untuk menghindari membayar atau memberikan Tunjangan Hari Raya (THR). Dimana, perusahaan dalam menerapkan kontrak sudah dihitung kapan mulai kontrak kapan pengakhiran kontrak. Artinya, ada beberapa temuan setiap menjelang Ramadhan pekerja kontrak sudah diakhiri atau sebelum hak THR itu timbul.

“Praktik seperti ini sudah lama dilakukan pengusaha "Hitam", untuk mengurangi biaya (cost) THR. Apakah pemerintah tahu? Tahu. Tapi pada umumnya tutup mata, tutup telinga dengan praktik seperti ini,” ucap Trisnur, dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/4/2024).

Kemudian, Trisnur, berpendapat langkah pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) membuka Posko Aduan THR setiap tahun juga hanya sebatas formalitas saja. Agar terlihat dimasyarakat pemerintah peduli, padahal fakta di lapangan tidak seperti itu. Sebab, aktivis buruh itu tahu, saat  pemerintah membuka data, berapa perusahaan yang tidak membayar THR dan sudah diberikan sanksi.

“Saya yakin kasus PHK massal setiap menjelang perayaan Idul Fitri bakal terus terjadi. Karena sampai hari ini pemerintah tidak pernah serius menegakkan hukum untuk melindungi pekerja yang rentan menjadi praktik ketidakadilan yang menimpanya,” tegasnya.

Selain itu, Trisnur menyampaikan, sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mensahkan UU Cipta Kerja, terutama turunan PP 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, semakin membuat buruh gampang ter-PHK  di dunia kerja. Sebab, hadirnya PP 35/2021 tidak dapat dipungkiri dampaknya begitu terasa bagi kepastian hukum status pekerja, pekerja ditempatkan pada situasi yang sulit untuk mendapatkan kepastian kerja.

Apalagi, kata Trisnur, dengan masa kontrak bertambah menjadi 5 tahun. Meskipun tidak kita pungkiri ada hal yang baik pula, yaitu adanya kompensasi bagi pekerja kontrak ketika berkahir masa kontrak, meskipun untuk mendapatkan hak itu banyak menemui kesulitan, kadang harus diperjuangkan sampai Perselisihan Hubungan Indutrial (PHI).

“Begitu juga soal PHK dimana nilai pesangon mengalami penurunan sangat drastis, pekerja bisa mendapatkan pesangon 2X ketentuan syaratnya pekerja harus meninggal dunia atau mengalami cacat permanen,” jelasnya.

Pihak Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSFI) mengungkapkan, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Tanah Air setidaknya telah mencapai 1 juta orang. Menyikapi masalah PHK ini, Trisnur menyampaikan sikap miris. Seharusnya, seharusnya pemerintah sudah melihat intervensi mengenai hal ini. Intervensi yang dimaksud bukan hanya sebatas menghimbau kepada perusahaan agar tidak melakukan PHK ditengah situasi ini.

“Tapi lebih pada tindakan nyata dengan membuat regulasi yang dapat melindungi kepentingan pekerja, ini yang ada hanya himbauan saja tanpa tindakan nyata, pekerja hanya diberikan angin surga tapi rasa neraka,” tegasnya.

Trisnur menyampaikan DPP FSB GARTEKS KSBSI sudah menyiapkan tim advokasi disetiap daerah bagi buruh yang terkena PHK menjelang Idul Fitri 2024 ini. Karena pengurus di tingkat cabang sudah banyak bergelar Sarjana Hukum (SH) serta menjadi praktisi hukum atau Advokat. Tugas tim pendampingan hukum ini bertugas bukan hanya musiman saat menjelang lebaran saja. Namun selalu mengadvokasi bagi anggota yang terkena masalah secara keseluruhan.

“Jadi bukan hanya sekedar pendampingan hukum soal THR Idul Fitri saja,” tutupnya. (AH)