ID ENG

Ini Alasan Aktivis Buruh ASPSB Kabupaten Serang Menolak Kebijakan TAPERA

Tanggal Publish: 21/06/2024, Oleh: DPP FSB Garteks

Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh (ASPSB) Kabupaten Serang Banten menegaskan menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No.4 Tahun 2016 Tentang Tapera.

Sikap penolakan tersebut disampaikan Asep Saipullah dan Arizal Peni koordinator dan sekretaris ASPSB di Meeting Room PT Charoen Pokphand Indonesia Modern Cikande, Rabu, (19/06/2024). Dan sikap penolakan juga sudah dilakukan kajian secara ilmiah. Diantaranya, dalam pandangan umum, kebijakan TAPERA adalah penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaanya berakhir.

Dalam pasal 1 PP nomor 25 tahun 2020 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Peserta TAPERA adalah setiap warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 bulan yang telah membayar simpanan, yakni sejumlah uang yang dibayar secara periodik oleh peserta dan/atau pemberi kerja.

Dalam pasal 5 PP nomor 25 tahun 2020, peserta TAPERA terdiri dari pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, dan telah berusia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin pada saat mendaftar. Untuk pekerja mandiri yang berpenghasilan dibawah upah minimum juga dapat menjadi peserta TAPERA. Pekerja sebagaimana dimaksud diatas meliputi calon pegawai negri sipil (CPNS), pegawai aparatur sipil negara (ASN), prajurit TNI, prajurit siswa TNI, anggota POLRI, pejabat negara, Pekerja/Buruh BUMN, Pekerja/Buruh BUMD, Pekerja/Buruh BUMS dan pekerja lainya yang menerima gaji atau upah.

Berdasarkan PP nomor 21 tahun 2024 besaran iuran TAPERA adalah 3% dari gaji atau upah peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Adapun untuk mendapatkan pembiayaan perumahan dari TAPERA harus memenuhi persyaratan yang telah tertuang dalam pasal 38 PP nomor 21 tahun 2024 yaitu:

  1. Mempunyai masa kepesertaan TAPERA paling singkat 12 bulan.
  2. Peserta termasuk masyarakat berpenghasilan rendah.
  3. Peserta belum memiliki rumah.
  4. Peserta menggunakanya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, atau perbaikan rumah pertama.

Pengelolaan TAPERA dilakukan oleh badan hokum yang disebut Badan Pengelola Tapera atau disingkat BP Tapera. Yang dimaksud dengan pengelolaan TAPERA yaitu meliputi Pengerahan dana TAPERA, Pengumpulan dana TAPERA, dan Pemanfaatan dana TAPERA.

Dasar Penolakan :

  1. Beban Besar Bagi Pekerja

Pekerja Indonesia sudah dibebani dengan berbagai potongan gaji seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Pajak Penghasilan. Penambahan iuran TAPERA sebesar 3% (2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% ditanggung pemberi kerja) per bulankan semakin memberatkan, terutama bagi Pekerja.

  1. Dipaksa Menjadi Peserta

Didalam pasal 5 ayat (3) PP nomor 25 tahun 2020 mengatur ketentuan bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum Wajib menjadi Peserta. Ketentuan tersebut terkesan mengharuskan rakyat tanpa pandang bulu untuk menjadi peserta TAPERA dan memaksa rakyat untuk menabung demi kepentingan pemerintah untuk membangun rumah dengan tidak mempertimbangkan apakah pekerja tersebut merupakan pegawai pemerintah atau swasta, dan apakah sudah memiliki rumah atau tidak.

  1. Transparansi Dalam Pengelolaan.

Mengkaji program pemerintahan yang sudah berjalan dan berujung pada penyelewengan (kasus- kasus korupsi di TASPEN, JIWASRAYA dan ASABRI), Pekerja/ buruh membutuhkan jaminan bahwa dana tersebut akan dikelola dengan baik dan benar- benar digunakan untuk memfasilitasi akses perumahan dimana hal tersebut tidak diatur secara jelas dalam program TAPERA ini. Tanpa jaminan tata kelola yang baik ada resiko dana dana TAPERA disalahgunakan atau diinvestasikan dengan buruk dan merugikan pekerja/buruh yang sudah bersusah payah membayar iuran.

  1. Perhitungan Yang Tidak Masuk Akal

Iuran dengan memotong 3% dari gaji para Pekerja untuk TAPERA secara matematis dianggap tidak logis karena besaran pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia dan persentase kenaikan gaji pekerja tiap tahunya tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah dari tahun ke tahun tidak seimbang, sehingga meskipun seorang pekerja menjadi anggota TAPERA selama 50 Tahun bekerja sekalipun rasanya tidak cukup untuk membeli rumah dengan nominal iuran TAPERA yang berlaku.

  1. Kebermanfaatan

Meskipun pemerintah menjanjikan kemudahan akses perumahan melalui TAPERA, belum ada jaminan pasti bahwa semua peserta akan mendapatkan rumah, hal ini akan menjadi suatu polemic yang muncul pada kalangan masyarakat. Bahkan dalam pasal 38 PP nomor 21 tahun 2024 menjelaskan terkait Syarat Mendapatkan Manfaat Program TAPERA, yang apabila ditelaah sudah memotong gaji Pekerja/buruh sesuka hati dan memaksa untuk wajib menjadi peserta, untuk mendapatkan haknya pun harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu.

Sikap Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh Kabupaten Serang:

Berdasarkan kajian yang telah diuraikan tersebut diatas Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh (ASPSB) Kabupaten Serang menyatakan Sikap:

  1. Menolak Program TAPERA
  2. Menuntut agar pemerintah membatalkan Program TAPERA
  3. Mendorong kepada Bupati Kabupaten Serang dan DPRD Kabupaten Serang untuk Menyatakan Sikap Penolakan dan membatalkan Program TAPERA. (AH)