ID ENG

Faizal Rakhman: PP TAPERA Hanya Program Yang Memiskinkan Buruh, Wajib Ditolak!

Tanggal Publish: 21/06/2024, Oleh: DPP FSB Garteks

Dewan Pengurus Cabang Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPC FSB GARTEKS KSBSI) Serang Raya Banten tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Dimana peraturan yang baru terbit ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) No.4 Tahun 2016 Tentang TAPERA.

Berdasarkan PP nomor 21 tahun 2024, besaran iuran TAPERA adalah 3% dari gaji. Atau upah peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri. Adapun untuk mendapatkan pembiayaan perumahan dari TAPERA harus memenuhi persyaratan yang telah tertuang dalam pasal 38 PP nomor 21 tahun 2024 yaitu: 1. Mempunyai masa kepesertaan TAPERA paling singkat 12 bulan, 2. Peserta termasuk masyarakat berpenghasilan rendah, 3. Peserta belum memiliki rumah, 4. Peserta menggunakanya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, atau perbaikan rumah pertama.

Kemudian, pengelolaan TAPERA dilakukan oleh badan hukum yang disebut Badan Pengelola Tapera atau disingkat BP Tapera. Nah, yang dimaksud dengan pengelolaan TAPERA yaitu meliputi pengerahan dana TAPERA, pengumpulan dana TAPERA serta pemanfaatan dana TAPERA.

Faizal Rakhman Ketua DPC FSB GARTEKS KSBSI Serang Raya mengatakan serikat buruhnya sudah melakukan kajian secara ilmiah atas terbitnya PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan TAPERA. Baik kajian dari internal DPP FSB GARTEKS KSBSI dan bersama Aliansi Serikat Pekerja Serikat Buruh (ASPSB) Kabuupaten Serang Banten. Dan kesimpulannya, peraturan terbaru TAPERA ini dinilai merugikan hak buruh.

Kemudian, Faizal mengatakan ada beberapa alasan sikap penolakan DPC FSB GARTEKS KSBSI Serang Raya menolak kebijakan TAPERA. Pertama, aturan tersebut membuat beban buruh menjadi berat.     Pasalnya, sekarang ini pekerja/buruh di Indonesia sudah dibebani dengan berbagai potongan gaji. Seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan Pajak Penghasilan. Penambahan iuran TAPERA sebesar 3% (2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% ditanggung pemberi kerja) per bulankan semakin memberatkan, terutama bagi Pekerja.

Lalu, kata Faizal, dalam aturan tersebut buruh juga dipaksa menjadi peserta. Karena didalam pasal 5 ayat (3) PP nomor 25 tahun 2020 mengatur ketentuan. Bahwa setiap pekerja dan pekerja mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi Peserta. Sehingga, ketentuan ini terkesan mengharuskan rakyat tanpa pandang bulu untuk menjadi peserta.

“Peraturan TAPERA ini justru memaksa rakyat untuk menabung demi kepentingan pemerintah. Dimana untuk membangun rumah dengan tidak mempertimbangkan apakah pekerja tersebut merupakan pegawai pemerintah atau swasta, dan apakah sudah memiliki rumah atau tidak,” ucap Faizal yang juga Wasekjen DPP FSB GARTEKS KSBSI, dalam keterangan tertulis, Jumat (21/6/2024).

 

Aturan dalam pengumpulan dana TAPERA ini dinilai Faizal sangat rentan terjadi praktik korupsi. Karena buruh membutuhkan jaminan bahwa dana tersebut akan dikelola dengan profesional. Dan benar-benar digunakan untuk memfasilitasi akses perumahan. Dimana hal tersebut tidak diatur secara jelas dalam program TAPERA. Tanpa jaminan tata kelola yang baik ada resiko dana TAPERA disalahgunakan. Ataudiinvestasikan dengan buruk dan merugikan pekerja/buruh yang sudah bersusah payah membayar iuran.

“Sebelumnya, sudah banyak program pengumpulan dana yang dilakukan pemerintah justru berujung pada skandal korupsi. Seperti kasus korupsi di TASPEN, Jiwasraya dan ASABRI,”ungkapnya.  

Selain itu, dia mengungkapkan iuran dengan memotong 3% dari gaji para Pekerja untuk TAPERA secara matematis dianggap tidak masuk akal. Karena besaran pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia dan persentase kenaikan gaji buruh tiap tahunnya tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah dari tahun ke tahun.

“Sehingga meskipun seorang pekerja menjadi anggota TAPERA selama 50 Tahun bekerja sekalipun rasanya tidak cukup untuk membeli rumah dengan nominal iuran TAPERA yang berlaku,” pungkasnya.

Walau pemerintah menjanjikan kemudahan akses perumahan melalui TAPERA, namun Faizal menegaskan dalam aturan tersebut belum ada jaminan pasti bahwa semua peserta mendapatkan rumah. Tentunya, hal ini akan menjadi suatu polemik yang muncul pada kalangan masyarakat. Bahkan dalam pasal 38 PP nomor 21 tahun 2024 menjelaskan terkait syarat mendapatkan manfaat program TAPERA, yang apabila ditelaah sudah memotong gaji Pekerja/buruh sesuka hati dan memaksa untuk wajib menjadi peserta, untuk mendapatkan haknya pun harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu.

Tegasnya, DPC FSB GARTEKS KSBSI Serang Raya menolak PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang TAPERA. Dan mendesak pemerintah segera membatalkan peraturan baru tersebut. Kemudian akan mendesak Bupati Kabupaten Serang dan DPRD Kabupaten Serang untuk Menyatakan Sikap Penolakan  dan membatalkan Program TAPERA.

“PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang TAPERA hanya program yang memiskinkan buruh, buruh wajib menolak!,” tandasnya. (AH)