ID ENG

DPP FSB GARTEKS KSBSI: PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera Sebuah Kebijakan Otoriter Rejim Jokowi Yang Merugikan Buruh

Tanggal Publish: 30/05/2024, Oleh: DPP FSB Garteks

Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industriafiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB GARTEKS KSBSI) menolak kebijakan pemerintah terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang tabungan perumahan rakyat (Tapera).

Dimana dalam kebijakan ini, pemerintah menetapkan iuran sebesar 3 persen yang dibayarkan secara gotong royong yakni 2,5 persen oleh pekerja swasta dan 0,5 persen oleh pemberi kerja (pengusaha). Bagi aktivis serikat buruh, kebijakan ini dianggap merampas kesejahteraan buruh. Apalagi, situasi dunia sedang dihadapkan resesi ekonomi, sehingga kesejahteraan buruh pun ikut terdampak.  

Trisnur Priyanto Ketua Umum DPP FSB GARTEKS KSBSI mengatakan terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera sebuah regulasi yang dibuat untuk kepentingan elit penguasa. Pasalnya, perwakilan serikat buruh/pekerja sendiri tidak ada dilibatkan untuk berdiskusi oleh pemerintah sebelum PP Tapera tersebut diterbitkan. Padahal, buruh sekarang ini, upahnya sudah banyak dibebankan oleh potongan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan berbagai macam lainnya.

“Saya menilai PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera ini bukan memihak kepentingan buruh. Toh, selama ini buruh sudah banyak memiliki rumah, meski mereka mencicil selama 15 tahun. Artinya, potongan upah buruh dalam program Tapera itu hanya akal-akalan pemerintah saja,” ucap Trisnur saat diwawancarai melalui seluler, Kamis, 30 Mei 2024.       

Tegasnya, Trisnur menyampaikan sangat tidak adil ketika sekarang ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera. Sebab, dampak dari lahirnya Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, kluster Ketenagakerjaan telah membuat upah buruh terdegradasi. Selain itu, ia menduga, kebijakan pemotongan upah buruh sebesar 2,5 persen dalam program Tapera hanya untuk kepentingan Jokowi dalam memuluskan program anaknya Gibran Rakabuming Raka yang baru terpilih menjadi Wakil Presiden periode 2024-2029, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Ya bisa jadi, pemotongan upah buruh dalam bentuk Tapera ini untuk program makan siang gratis  yang pernah dikampanyekan Gibran pada Pilpres 2024,” ungkapnya.

Kemudian, Trisnur mengatakan serikat buruh yang dipimpinnya adalah afiliasi dari KSBSI. Dalam waktu dekat ini KSBSI akan melakukan sidang pleno dan salah satu pembahasannya terkait terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera. Kalau nantinya hasil sidang pleno ini semua afiliasi federasi serikat buruh afiliasi KSBSI menyatakan sikap menolak, maka FSB GARTEKS KSBSI siap turun untuk aksi demo.

“Bukan hanya aksi demo saja, DPP FSB GARTEKS KSBSI juga ada kemungkinan melakukan upaya gugatan hukum. Sebab PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera kami nilai memang cacat hukum. Dan pemerintah sudah melakukan ‘begal hukum’, karena ketika peraturan ini diterbitkan sama sekali tidak ada melibatkan perwakilan serikat buruh serta merugikan rakyat Indonesia,” tegasnya.

Trisnur mensinyalir, dibalik terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera memang sebuah keputusan dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola negara. Hal ini dikarenakan perekonomian dunia sedang dihantam resesi. Termasuk Negara Indonesia juga ikut terkena dampaknya. Nah, Trisnur menduga, mungkin saja negara ini 5 tahun kedepannya mengalami kebangkrutan.

“Ditambah utang luar negeri Indonesia pada akhir April 2024 telah mencapai Rp8.338,4 triliun. Jadi dugaan saya, untuk mengatasi masalah krisis ekonomi ini, Presiden Jokowi akhirnya mengeluarkan kebijakan PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera. Dengan cara memotong upah pajak buruh sebesar 2,5 persen untuk kas APBN,” ucapnya.   

Selain itu, dia menyampaikan pajak upah buruh yang dipotong setiap bulan ini nantinya juga sangat rentan kasus korupsi. Sebab uang yang dikumpulkan dari pengusaha dan buru dalam program Tapera, belum ada lembaga negara yang mengawasinya. Sebab, penyelesaian kasus korupsi PT Taspen (Persero) dan Asabri sampai hari ini belum tersentuh sampai akarnya.

“Intinya, dengan terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Tapera adalah sebuah kebijakan otoriter yang diterbitkan Rejim Jokowi. Karena tidak pernah melibatkan perwakilan buruh untuk berdialog,” tandasnya. (AH)