ID ENG

Dinilai Menghianati Buruh, Aliansi Aktivis Buruh DSS TGSL Desak Ida Fauziyah Cabut Permenaker No.5 Tahun 2003

Tanggal Publish: 23/05/2023, Oleh: DPP FSB Garteks

Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung dalam Aliansi Dialog Sosial Sektoral Tekstil, Garmen, Sepatu, Kulit (DSS TGSL) hari ini melakukan aksi demo di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) di Jakarta, Selasa (23/5/2023). Buruh yang aksi demo ini berasal dari Jabodetabek, Karawang, Depok dan Bandung Jawa Barat. Berdasarkan pantauan, mereka sudah mendatangi kantor Ida Fauziyah Menteri Tenaga Kerja (Menaker), sejak pukul 09.00 WIB dan aksi demo dimulai pada pukul 13.00 WIB.      

Dalam siaran pers yang disampaikan kepada awak media, Aliansi DSS TGSL menegaskan menolak atas terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5 Tahun 2023 ini Tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Pasalnya, Permenaker ini dinilai semakin merugikan hak kesejahteraan buruh di sektor TGSL. Termasuk, tekah melegalisasi pencurian upah. Serta mengabaikan hak berunding kolektif dan pemiskinan sistematis terhadap kaum buruh.

Kemudian, aktivis buruh Aliansi  DSS TGSL menilai, sejak Ida Fauziyah menjabat Menaker telah banyak mengeluarkan kebijakan yang tak memihak pada buruh. Diantaranya, seperti penghilangan item pembalut perempuan dalam komponen dasar pengitungan upah sebagai rujukan dalam penetapan Kebutuhan Hidup Layak (Permenaker No.18/2020).

Lalu membuat peraturan yang mengijinkan perusahaan mencicil pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) (Surat Edaran No.M/6/HI.00.01/V/2020), pengaturan pemotongan upah dengan sistem no work no pay di masa pandemi Covid-19 (Kepmenaker No.104/2021), pembatasan kenaikan upah minimum untuk tahun 2021 (Surat Edaran No.M//11/HK.04/X/2020), pengaturan pelaksanaan pengupahan pada industri padat karya tertentu dalam masa pandemi Covid-19 (Permenaker No. 2/2021).

Dan yang terbaru, pada 7 Maret 2023, Ida Fauziyah kembali menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Dimana, dalam peraturan ini, perusahaan memperbolehkan perusahaan memotong upah buruh hingga 25% dan penerapannya selama 6 bulan. Dengan alasan untuk membangun hubungan kerja dan sistem kerja yang fleksibel yang berlaku di lima sektor industry. Yakni,  sektor tekstil, pakaian jadi, alas kaki, kulit, barang kulit, mainan anak dan furniture. Dimanaproduksinya berorientasi ekspor untuk pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Ary Joko Sulistyo Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DPP FSB GARTEKS KSBSI) menilai, inti Permenaker tersebut dinilainya pemerintah sangat tega, karena sengaja menginjinkan pengusaha memotong upah buruh hingga 25%.

“Bagi saya, Permenaker No. 5 Tahun 2023 yang diterbitkan Menaker Ida Fauziyah adalah sebuah penghianatan kepada buruh,” ujarnya.

Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini juga dianggap setali tiga uang dengan produk Omnibus Law Cipta Kerja yang sekarang telah berganti menjadi UU No. 6 Tahun 2023. Dan sepenuhnya mengakomodir permintaan dari 5 (lima) asosiasi pengusaha (APINDO, APRESINDO, API, KOGA, KOFA) yang diajukan Ida Fauziyah pada Oktober 2022. Melalui surat bersama yang ditandatangi oleh lima asosiasi pengusaha tersebut, kelima asosiasi pengusaha tersebut meminta Menaker untuk membuat aturan tambahan tentang Fleksibilitas jam kerja bagi perusahaan di industri padat karya yang berorientasi ekspor. 

Artinya, serikat buruh/pekerja dalam Aliansi DSS TGSL menegaskan bahwa peraturan ini tidak mempunyai dasar hukum apapun dan bahkan justru merusak tatanan hukum. Lalu melabrak dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan Undang-undang Nomor 21 tahun 2000.

Dan dipastikan peraturan ini merusak konsep upah minimum yang berlaku dalam sistem ketenagakerjaan saat ini. Bagaimana tidak, Permenaker No. 5 Tahun 2023  akan menyebabkan upah buruh di industri padat karya yang sebagian besar produksinya berorientasi ekspor, akan dibayarkan di bawah ketentuan Upah Minimum yang berlaku. Padahal, sebelum adanya Peraturan ini, puluhan ribu buruh di industri padat karya khususnya tekstil, garmen, sepatu dan kulit (TGSL) masih menerima upah di bawah ketentuan Upah Minimum yang berlaku, termasuk yang tidak menerima upah lembur.

Padahal sudah sangat jelas tidak ada satupun frasa dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang membolehkan potongan upah apalagi sebesar 25% dari upah yang diterima buruh. Bahkan praktek membayar upah dibawah Upah Minimum dinyatakan oleh UUK 13/2003 Pasal 90 ayat (1) adalah tindak pelanggaran (illegal) terhadap ketentuan tersebut merupakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara dan atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 185 ayat 1 dan 2 UUK 13/2003.

Terbitnya Permenaker ini juga merupakan bentuk pelecehan Kementerian Tenaga Kerja RI terhadap hak asasi buruh atas ipah dan pelecehan terhadap hak dan peran serikat buruh dalam perundingan kolektif. Dan menjadi pelanggaran serius dari pelaksanaan UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Konvensi ILO No. 98/1949. Dimana pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi tersebut. Sehingga bisa memperuncing potensi konflik antara serikat buruh dan pengusaha yang justru dapat mengganggu produktivitas dan kelancaran dunia usaha.

Intinya, pengusahanya meraup keuntungan dari Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini. Sementara nasib buruh semakin buntung bernasib buntung. Untuk itu melalui pernyataan sikap ini, atas nama HAM, Keadilan dan Kemanusiaan,

Serikat buruh di sektor TSGL mendesak Menteri Tenagakerja RI untuk SEGERA MENCABUT Permenaker No. 5 Tahun 2023, serta menuntut:

  1. Menaker Ida Fauziyah untuk berani menindak secara hukum terhadap pengusaha yang melakukan pelanggaran dan perampasan hak-hak buruh termasuk membenahi dan meningkatkan kinerja pengawasan.
  2. CABUT dan BATALKAN UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023
  3. Usut Tuntas Praktek "Staycation" dan PUNGLI terhadap Buruh/Pekerja untuk proses Rekruitmen dan Perpanjangan Kontrak.
  4. Segera Ratifikasi Konvensi ILO No. 190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Bentuk Kekerasan dan Pelecehan Di Dunia Kerja.
  5. Hentikan Segala Bentuk Kriminalisasi terhadap Pimpinan/Aktifis Serikat Buruh dan Segera Bebaskan Pimpinan/Aktifis Serikat Buruh Yang Dikriminalisasi
  6. Tetapkan Sistem Upah Minimum Nasional sebagai Jaring Pengaman Bagi Buruh Yang Berlaku Secara Nasional

Sementara itu, Emelia Yanti Siahaan perwakilan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) dalam orasinya menambahkan bahwa aksi demo ini sebagai sikap perlawanan buruh sektor TGSL kepada pemerintah. Dia menegaskan, buruh sektor TGSL harus kompak mendesak Menaker segera mencabut Permenaker No. 5 Tahun 2023.

“Permenaker ini telah merampas hak kesejahteraan buruh di dunia kerja. Apalagi, sejak Ida Fauziyah menjabat Menaker sama sekali tidak memiliki prestasi. Bahkan, kebijakannya lebih banyak memihak pada kepada pengusaha dari pada kepentingan buruh,” tegasnya.

Selain itu, dia mengatakan kebijakan Menaker juga lebih banyak menghianati buruh. Salah satu faktanya adalah pasca lebaran Idul Fitri 2023, banyak pengusaha yang belum membayar kewajiban Tunjangan Hari Raya (THR). Namun Menaker tidak berani bersikap tegas untuk menindak pengusaha yang tidak membayar kewajiban THR.

“Ida Fauziyah kami anggap menteri sombong karena sangat jarang dan tidak berani menjumpai buruh saat demo. Bahkan surat buruh yang kami sampaikan ke Kemnaker, agar segera mencabut Permenaker No. 5 Tahun 2023 pun tidak ditanggapi,” tegasnya. (AH)