ID ENG

Catatan Kongres KSBSI ke IX, Pemenang Menjadi Terhormat Yang Kalah Tetap Berwibawa

Tanggal Publish: 13/07/2023, Oleh: DPP FSB Garteks

Kongres ke IX Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang dilaksanakan pada 8-11 Juni 2023, di Kota Jakarta baru saja usai. Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto kembali terpilih menjadi Presiden dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSBSI untuk periode kedua. Tentu saja, 2 pemimpin ini bahagia. Proses pemilihan pun berjalan demokratis dari setiap delegasi 10 federasi serikat buruh yang berafiliasi dengan KSBSI, termasuk delegasi suara dari Koordinator Wilayah (Korwil)

Pembukaan kongres langsung dibuka oleh Airlangga Hatarto Menteri Koordinator Perekonomian. dihadiri tamu dari perwakilan pemerintah, serikat pekerja/serikat buruh dan mitra internasional. Diantaranya, Akiko Gono Presiden International Trade Union Confederation (ITUC), Shoya Yoshida Sekretaris Jenderal ITUC Asia Pacific, Stijn Sintubin dari ACV-CSC, Jeroen Roskams WSM Belgia, Direktur ILO Jakarta Timor Leste Michiko Miyamoto, Anggoro Eko Cahyo Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian Shinta W. Kamdan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Patuan Samosir ITUC AP, Andi Gani Nena Wea Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

Agenda kongres yang berjalan 3 hari ini banyak mengeluarkan waktu, tenaga dan pikiran. Setiap materi pembahasan kongres terlihat penuh perbedaan pandangan. Sehingga banyak menimbulkan perdebatan sengit di arena kongres. Namun ditengah lelahnya panitia dan peserta, kongres berjalan dinamis. Terkadang suasana penuh tawa, tiba-tiba memanas karena terjadi adu argumentasi. Dan inilah wajah demokrasi KSBSI. Dinamis dalam perdebatan, tapi sangat mengedepankan solidaritas kekeluargaan.

Dalam laporan pertanggung jawaban kerja Dewan Eksekutif Nasional (DEN) KSBSI di depan forum kongres, Elly menyampaikan bahwa 4 tahun memimpin organisasi buruh ini penuh suka dan duka. Apalagi, ketika dunia dihadapkan pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu. Sehingga, jutaan orang meninggal akibat pandemi ini. Dan 5 juta lebih buruh di Indonesia menjadi tumbal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena dunia mengalami krisis ekonomi global.

Ditengah situasi pandemi yang genting itu, KSBSI juga dihadapkan persoalan baru. Pemerintah bersama DPR RI memaksakan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja harus disahkan dimasa pandemi pada 2021. Sehingga nasib buruh semakin terpuruk. KSBSI tetap militan melakukan aksi demo menolak UU Cipta Kerja saat pandemi, walau ancaman utamanya adalah nyawa. Termasuk terjun ke lapangan untuk mengadvokasi ratusan ribu anggotanya yang ter-PHK. Selain itu, dimasa pandemi, KSBSI mampu bekerja sama dengan pemerintah dalam progam bantuan sosial kepada buruh yang terdampak Covid-19.

Memang tidak ada yang sempurna ketika seorang pemimpin menjalankan roda organisasi. Elly Rosita Silaban sebagai Presiden KSBSI pun mengakui, jika dirinya selama 4 tahun memimpin masih banyak kekurangannya. Termasuk perbedaan pendapat dan perdebatan juga kerap terjadi dalam internal KSBSI. Namun, situasi-situasi yang tak mengenakkan itu akhirnya bisa diatasi dengan sikap kedewasaan oleh sesama pengurus.

Ada beberapa pencapaian prestasi KSBSI selama 4 tahun ini dibawah kepemimpinan Elly Rosita Silaban-Dedi Hardianto. Diantaranya, mampu membangun hubungan KSBSI dengan mitra internasionalnya semakin harmonis. Pemerintah Indonesia memberi kepercayaan menjadi ketua panitia Labor 20 atau dikenal L20 pada 2022, dalam agenda internasional pertemuan pemimpin negara ekonomi G20. Kemudian, tetap mempertahankan serikat buruh ini menjadi 3 terbesar di negara ini.

Pada November 2022, Elly Rosita juga meraih prestasi. Dia didapuk menjadi Wakil Presiden International Trade Unio Confederation (ITUC) mewakili wilayah Asia Tenggara. Lalu berperan menjadi serikat buruh yang bersikap kritis dan juga banyak memberikan sumbangsih dunia ketenagakerjaan kepada pemerintah melalui agenda sosial dialog. Dan konsisten melakukan program pendidikan untuk pengurus dan anggota yang berafiliasi dengan KSBSI supaya semakin berkualitas. Termasuk, pasca pandemi, jumlah keseluruhan anggota KSBSI untuk tahun ini kembali mulai bertambah. Dalam sidang International Labor Conference (ILC) tahun ini di Jenewa Swiss, KSBSI diberikan acung jempol. Karena mampu melakukan kampanye dan membawakannya didalam sidang ILC untuk menyampaikan penolakan UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan.

Tentu saja, prestasi yang sudah dicapai ini bukan menjadi tolok ukur kepuasan organisasi. Kelemahan organisasi juga masih banyak dan harus segera dibenahi. Sebab, tantangan kedepannya bagi buruh di  Indonesia semakin  berat. Selain banyak regulasi dikeluarkan pemerintah yang tak memihak, buruh juga dihadapkan tantangan era digitalisasi, robotisasi, otomatisasi dan perubahan iklim (climate change). Dimana, 2 persoalan ini termasuk sangat berdampak pada buruh. Karena peran manusia banyak kehilangan pekerjaan dan diambil alih oleh teknologi.

Pada Selasa subuh, sekira pukul 02.00 WIB, perhitungan suara dari setiap delegasi peserta kongres pun dilakukan untuk memilih Presiden dan Sekjen KSBSI. Elly Rosita Silaban bersama Dedi Hardianto menyatakan siap untuk kembali maju merebut kursi kepemimpinan. Begitu juga Riswan Lubis dan Supardi juga siap menjadi kompetitor untuk merebut kekuasaan nomor 1 dan 2 di KSBSI.

Elly akhirnya menjadi pemenang dengan mendapatkan 182 suara berbanding 162 suara Riswan. Atau tepatnya menang tipis dengan selisih 20 suara dari 347 total suara delegasi dengan catatan 3 suara tidak sah.Sementara, Dedi Hardianto meraup 180 suara berbanding 165 suara Supardi. Pihak panitia saksi suara menyatakan dia menang tipis, selisih 14 suara dari 347 total suara, dengan catatan 2 suara tidak sah.

Bersikap Legowo

Sekira pukul 04.00 WIB, Majelis Pimpinan Sidang (MPS) akhirnya menetapkan Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto terpilih menjadi Presiden dan Sekjen KSBSI periode 2023-2027. Nah, ada yang mengesankan setelah proses perhitungan suara. Riswan Lubis dan Supardi langsung memberikan selamat dan saling berpelukan kepada presiden dan sekjen yang terpilih. Lalu semua peserta kongres pun riuh memberikan tepuk tangan.

Suasana proses perjalanan kongres memang panas, karena terjadi persaingan ketat diantara kandidiat. Tapi, Riswan Lubis dan Supardi mampu menjadi pemimpin bijak. Mereka tetap menunjukan sikap ksatria untuk menerima kekalahan. Tentu saja ada rasa kecewa bagi pendukungnya, dan kedua pemimpin ini mampu memberikan kedewasaan organisasi untuk legowo menerima kekalahan. Bagi Riswan dan Supardi, persoalan KSBSI bukanlah masalah jabatan. Namun, dalam benak pikiran mereka, siapa pun yang terpilih, pemimpin KSBSI harus mampu mendengar dan melayani organisasi. Serta membawa arah KSBSI menjadi serikat buruh yang profesional untuk kedepannya.

Riswan dan Supardi juga memahami, serikat buruh itu rentan perpecahan dalam organisasi. Jadi, tidak heran, sampai hari ini akibat ketidakpuasan dan konflik internal, jumlah serikat buruh setiap tahun kian bertambah. Tapi jumlah anggota serikat buruh di Indonesia menurun, tidak ada peningkatan secara signifikan. Oleh sebab itu, mereka bersikap arif. Mau menerima kekalahan untuk menghindari konflik internal yang bisa menimbulkan perpecahan. Sebab, usia KSBSI tahun ini telah memasuki 31 tahun, dimana telah banyak melewati berbagai konflik dan perpecahan. Dan kesimpulannya, Riswan Lubis dan Supardi adalah dua pemimpin buruh yang berhasil membuat pesta demokrasi KSBSI ke IX menjadi arena yang penuh kegembiraan tanpa ada perpecahan.    

Artinya, hari ini KSBSI lebih memilih fokus menjadikan serikat buruh yang mampu menjawab tantangan dan perubahan di era globalisasi. Bukan lagi menjadi serikat buruh yang gampang tersulut perpecahan organisasi. Semuanya sudah lelah dengan berbagai konflik yang tak menghasilkan untung. Elly Rosita Silaban, Dedi Hardianto, Riswan Lubis, Supardi adalah kader-kader terbaik milik KSBSI. Dibesarkan dan telah melewati berbagai tantangan serta mengikuti beragam pendidikan serikat buruh. Sehingga, mereka saat ini telah matang menjadi pemimpin serikat buruh, baik di tingkat nasional sampai internasional.

Tapi semua harus menyadari, dalam sebuah kompetisi Kongres KSBSI, pasti ada pemenang dan kalah. Bagi yang menang, dia terhormat dan harus siap menjadi pemimpin yang melayani. Nah, bagi yang kalah dia tetap berwibawa. Karena tugasnya akan memberi saran, ide, gagasan serta kritik yang membangun untuk menjadikan KSBSI serikat buruh yang berkualitas dihadapan pemerintah dan pengusaha. KSBSI juga harus tetap bersikap kritis, militan, solid serta bisa memberikan solusi perburuhan melalui jalan sosial dialog dengan duduk bersama pemerintah dan pengusaha.

Terakhir, sastrawan Indonesia, (Alm) Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan ‘Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan’. Selama 4 tahun ini, KSBSI berhasil menjadi serikat buruh yang bisa militan melakukan perlawanan aksi demo sampai ke berbagai daerah, saat ada kebijakan regulasi pemerintah yang merugikan kesejahteraan buruh. Disatu sisi, KSBSI sudah memiliki posisi tawar yang semakin kuat. Karena bisa menjadi serikat buruh yang moderat untuk duduk bersama sambal berdiskusi dengan pemerintah dan pengusaha untuk merumuskan solusi masalah perburuhan. Semoga, hasil Kongres KSBSI ke IX, membawa perubahan yang lebih baik untuk semua pengurus dan anggota. Tetap muda, militan profesional!

(Andreas SC Hutagalung, Jurnalis dan Aktivis KSBSI)