Badai PHK Ditengah Sulitnya Ekonomi
Tanggal Publish: 01/11/2024, Oleh: DPP FSB Garteks
Ditengah sulitnya perekonomian Indonesia, kelas menengah di Indonesia tengah menghadapi sebuah situasi yang sangat sulit. Kenaikan harga sembako ditambah kenaikan upah yang stagnan telah menekan daya beli kelas menengah. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Sebab jika tidak dibantu kelas menengah ini akan turun menjadi golongan warga miskin.
Sementara bagi kalangan pekerja/buruh situasi saat ini juga merupakan pukulan yang sangat keras, ditengah ekonomi saat ini harga-harga naik. Sementara upah mereka tidak mengalami kenaikan yang signifikan. Paska diterbitkannya PP No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan kondisi pekerja secara drastic mengalami penurunan tapi kebutuhan semakin tinggi. Sejak Tahun 2015 kenaikan upah pekerja/buruh hanya kisaran 5-7%, tapi begitu Undang-Undang Cipta Kerja muncul nilai kenaikan bahkan lebih rendah.
Kenaikan upah tidak berdasdarkan kebutuhan riil pekerja/buruh tapi menggunakan formula, padahal idealnya kenaikan upah itu dilihat dari kebutuhan riil pekerja/buruh yang didapat melalui survei pasar bukan didasarkan pada sistem formula.
Kenaikan upah yang dialami pekerja.buruh bukanlah kenaikan tapi hanya sebatas penyesuaian atas kenaikan harga-harga. Hal ini salah satu indikator dari lemahnya daya beli pekerja, penghasilan dalam satu bulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya, itulah mengapa semakin banyak pekerja/buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup harus terjerat kepada pinjaman baik kepada bank konvensional maupun pinjaman online.
Pemerintah harus segera memperhatikan fenomena ini, sebab jika tidak diselesaikan dampaknya akan serius, masyarakat ketika terjerat pinjaman di bank hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sementara penghasilan tidak dapat untuk membayar pinjaman tersebut maka akan ada gejala masyarakat “Gagal bayar” ketika sebagian besar terjadi gagal bayar dampaknya bisa terjadi resesi.
Dengan situasi saat ini ditambah pula dengan badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang semakin mengancam pekerja/buruh semakin menambah keadaan semakin sulit. Badai PHK yang melanda Indonesia saat ini harus menjadi konsen pemerintahan baru. Data yang tercatat di Kemetrian Ketenagakerjaan pada paruh pertama 2024 saja sudah ada 32.064 pekerja ter-PHK, naik 21,45% dari periode yang sama tahun lalu.
Ada beberapa sektor industri yang cukup signifikan mengalami kenaikan PHK, tapi yang sangat terdampak atau mengalami kenaikan cukup besar adalah sektor garmen dan tekstil. Sektor ini sudah mengalami guncangan PHK sejak tahun 2022-2023, khususnya di daerah Jawa Barat.
Belum lama ini perusahaan tekstil terbesar PT. Sritex di Jawa Tengah juga mengalami hal serupa akibat gagal bayar hutang yang sudah jatuh tempo sehingga dipailitkan oleh beberapa kreditur. Hal tersebut akan sangat berdampak ketika Pemerintah tidak intervensi dan jika salah Langkah dalam menangani kasus PT. Sritrex dapat terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia.
Jumlah pekerja yang ter PHK diperkirakan akan terus meningkat mungkin sampai akhir 2024. Salah faktor seperti dampak dari Peremendag No 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, ini harus di evaluasi. Sebab begitu Permen ini berlaku seperti kran impor itu dibuka lebar-lebar, pada akhirnya produk lokal kalah bersaing dengan produk impor, ini pemerintah melihat dampak Permendag ini, jika tidak ada kemungkina sampai tahun 2025 pun badai PHK akan terus terjadi, dan sektor tekstil dan garmen siap-siap hilang dari Indonesia.
Banyak hal yang seharusnya dilakukan pemerintah, bagaimana agar daya beli masyarakat naik kembali, bukan hanya memberikan insentif kepada pihak tertentu (Pengusaha), tapi juga harus memikirkan pekerja/buruh, apa yang yang mestinya diberikan pemerintah kepada pekerja/buruh? Misalnya menghapuskan Pph 21 yang selama ini menjadi beban pekerja/buruh, menghentikan sementara program pensiun yang di BPJSTK.
Karena mengenai pensiun juga sudah ada program JHT yang telah ada lebih dulu. Sehingga program ini tetap dipertahankan, hingga situasi membaik kembali, kurangi beban pekerja/buruh, naikkan upah minimal 10% sehingga dapat mendorong kembali daya belinya. Pemerintah juga harus bisa memberikan jaminan stabilitas harga-harga. Tingkatkan kembali program padat karya yang dulu pernah dilakukan, sehingga dapat mengantisipasi korban PHK, karena program ini akan melibatkan masyarakat didalamnya.
Trisnur Priyanto Ketua Umum DPP FSB GARTEKS KSBSI